DIRGAHAYU NEGERIKU, MAAFKAN BILA BELUM MENGABDI SEPENUH HATI




Dengan judul yang sama, saya memilih untuk membahas hal yang berbeda dari artikel yang saya tulis di hipwee. Sebagai abdi negara atau PNS atau disebut ASN, banyak sekali perubahan yang terjadi saat ini. PNS. apa yang terlintas dalam pikiran saat mendengar kata ini? Pensiun? Pulang cepat? Hidup nyaman?
Sebelum melihat dari sudut pandang saya sebuah artikel dari teman seangkatan saya menarik untuk dibaca. Bisa saja dibilang subjektif, namun itulah kondisi di lingkungan saya saat ini. Artikelnya bisa dibaca disini . 

Bagaimana? Masih memandang PNS belum profesional? Oke kini saya ceritakan dari sudut pandang saya.
Sebagai anak seorang PNS, saya merasakan betul bagaimana saya hidup dan tumbuh. Ayah Ibu saya guru. Dan jujur, bisa dibilang kami hidup pas-pasan. Saat saya SD rumah saya masih dalam proses pembangunan, bahkan tak punya televisi sampai saya kelas 3. Saat SMA saya belum punya ponsel, sedangkan banyak teman sekelas saya sudah dibelikan oleh orang tuanya. Saya pegang hape saat mulai kuliah, itupun bekas kakak saya yang sudah bekerja. Kuliah S1 alhamdulillah lancar karena saya kuliah di Universitas Negeri dan memperoleh beasiswa. Kuliah S2 pun saya tempuh sambil bekerja dan nyaris berhenti saat saya kehabisan tabungan saat semester 2. Bersyukur saya memperoleh beasiswa yang tak disangka-sangka. Menjelang lulus pun saya cukup tertatih-tatih karena beasiswa menipis saat penyelesaian tesis. Dan pas saat itu juga saya memperoleh bantuan hasil dari kompetensi wirausaha. Begitulah, saya tak bisa hanya mengandalkan orang tua saya. Meski saya anak bungsu, saya tahu betul kebutuhan hidup orang tua saya. Meski tak pernah mengambil pinjaman ke Bank, dalam artian tidak ada kewajiban membayar hutang bulanan, kehidupan pegawai negeri tetap saja pas-pasan. Pas butuh pas ada. 
Karena itulah kalau bukan desakan orang tua, saya tak akan melamar jadi PNS. Dan mungkin karena doa orang tua juga idealisme saya berakhir di sini, haha.

Profesionalisme
Kalau kita baca atau googling ,seseorang dikatakan professional jika memiliki tiga hal pokok yang ada didalam dirinya, yang diantaranya meliputi:
  • ·     Skill, yang artinya orang tersebut harus benar-benar ahli di bidangnya.
  • ·  Knowledge, yang artinya orang tersebut harus dapat menguasai, minimalnya berwawasan mengenai ilmu lain yang berkaitan dengan bidangnya.
  • ·   Attitude, yang artinya bukan hanya pintar, akan tapi harus memiliki etika yang diterapkan didalam bidangnya.


Terkait hal ini, pada tahun 2014, tahun yang sama saat saya diangkat sebagai CPNS, terbit UU terkait ASN, undang-undang yang mengatur profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Undang-Undang ini disingkat dengan UU ASN . Setelah UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disahkan DPR pada 19 Desember 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani UU tersebut pada tanggal 15 Januari 2014, dengan nomor 5. UU ini menggantikan Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 juncto Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-undang ini mengatur jenis, status, kedudukan, manajemen sampai hak dan kewajiban ASN.
Nah kembali lagi ke masalah professional, yang saya rasakan adalah, bagaimana negara justru menekan pengeluaran untuk mengurus negara dengan cara merekrut rakyatnya sebagai abdi negara. Dimana mereka bekerja atas dasar pengabdian. Sekali lagi pe-ngab-di-an, siap ditempatkan di daerah mana pun dalam kondisi apa pun dan harus bisa menyelesaikan tugas apa pun. See?
Saya merasakan betul bagaimana harus mengerjakan sesuatu dalam waktu yang singkat, sesuatu yang tidak saya mengerti, bahkan melebihi kapasitas saya. But I’m learning. A lot of things that I never knew before. Learning by doing.

Kompetensi
Dalam UU ASN disebutkan Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yang berdasarkan pada kualifkasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang poltik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umum, atau kondisi kecacatan. Manajemen ASN ini meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Oke, bicara kompetensi, sudah seharusnya seorang PNS ditempatkan di instansi tertentu sesuai kompetensi dan kualifikasi pendidikannya. Beruntungnya saya memang menempuh pendidikan manajemen dan fokus di keuangan dan anggaran dan tepat jika saya bekerja di bagian Perencanaan dan Penganggaran, tempat dimana saya ditempatkan saat ini. 
Namun, atasan dan rekan kerja saya sebagian besar memiliki dasar pendidikan dari Ilmu Teknis Kelautan dan perikanan. Dan tidak cukup sampai di situ, kami juga dituntut untuk mampu mengerjakan 2-3 tugas sekaligus di luar kompetensi. Seperti harus tahu apa itu Balance Scorecard (BSC), Perencanaan Strategis, Kebijakan Publik, sampai proses penganggaran pemerintah.  
Jangan bayangkan saat bekerja, saya hanya mengikuti meeting atau rapat atau bekerja focus di depan laptop. Namun juga harus mampu berkomunikasi dengan orang daerah, menyiapkan ruang rapat, materi sampai konsumsi pun harus bisa. Tak jarang pula hal sepele seperti foto copy, memberi nomor surat, sampai penjilidan bahan pimpinan kita harus bisa mengerjakannya. Gak pandang bulu kamu mau lulusan S1 kek S2 kek apa SMU semua harus bisa.

Hak dan Kewajiban
Masih bisa nafas? Haha. Lanjut ke perihal hak dan kewajiban. Sesuai UU ASN hak diantaranya;
  • 1.     Gaji, tunjangan, dan fasilitas; 
  • 2.     Cuti; 
  • 3.     Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; 
  • 4.     Perlindungan; dan 
  • 5.     Pengembangan kompetensi.


Untuk saat ini saya akan membicarakan 2 hak, yaitu cuti dan pengembangan kompetensi. Pertama, cuti tahunan sebanyak 12 (dua belas hari) yang merupakan hak tidak bisa diambil begitu saja semau kita. Yang menentukan adalah izin  atau persetujuan atasan. Alhamdulillah, untuk cuti alasan penting, atasan dan rekan kerja pasti akan memahami dan mendukung kondisi kita, seperti saat ada musibah atau acara penting seperti pernikahan atau umroh. Namun untuk cuti tahunan cukup sulit, karena kita dibatasi tugas dan pekerjaan yang selalu banyak. Sehingga kita harus menyesuaikan jangan sampai bentrok dengan cuti teman satu bagian juga atau saat kerjaan sedang sibuk dan banyak-banyaknya.
Kedua, pengembangan kompetensi. Tidak semua atasan memahami pentingnya pengembangan kompetensi pegawai. Sulitnya tugas belajar atau mengikuti short course di luar kantor membuat seorang pegawai jenuh dan merasa tak berkembang. Sebenarnya ini relatif, di beberapa tempat, seorang yang mengambil tugas belajar dianggap ambisius dan gila jabatan. Biasanya tempat ini diisi oleh para senior yang tak memahami semangat belajar para pegawai juniornya. Namun, ada juga pegawai muda yang sangat bersemangat belajar atau daftar short course ini itu di luar negeri tapi mengabaikan tugas dan kewajiban kerjanya.  Nah kesenjangan inilah yang harus dijembatani supaya tidak menyebabkan kesalahpahaman dan pengabaian tugas dan pekerjaan. Intinya, tahu dirilah pada hak dan kewajibannya. Boleh lah ikut training atau pelatihan, tapi pertimbangkan  juga sama rekan kerja yang lain, load pekerjaan bagaimana, seberapa penting training tersebut bagi instansi atau aplikasi di pekerjaan, dll.
Oke, lanjut ke kewajiban. Pegawai ASN memiliki kewajiban antara lain: 

1.  Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; 
2.   Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; 
3.   Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; 
4.   Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; 
5.   Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; 
6.  Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; 
7.  Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 
8.   Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Intinya, kami adalah representasi dari pemerintah, etikanya kami harus berlaku dan bertindak sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah, dalam hal ini presiden dan jajarannya. Setidak suka apapun kita pada keputusan pemimpin, tetap harus berlaku atas nama pemerintah dalam melayani dan melaksanakan tugas mengabdi pada rakyat dan negara dengan sebaik-baiknya. 
Dan berbicara tentang hak dan kewajiban memang tak akan ada habisnya. FYI, jam kerja resmi di kantor saya adalah masuk pukul 07.00 pulang jam 15.00 di hari Senin – Kamis dan pulang jam 15.30 di hari Jum’at, Namun, pada prakteknya, di bagian saya selama ini bekerja, saya merasa jam kerja efektif justru seusai istirahat siang, artinya saya sering pulang malam dan  pulang tepat waktu adalah hal yang sangat mewah. Seringkali undangan rapat justru pada jam 15.00. FFiuuhhh....
Memang tidak semua bagian seperti itu, saya berusaha memahami dan menikmati kondisi pekerjaan yang amat sangat banyak dan penting. Namun seberapa sering atau banyak jam lembur yang kami jalani, tidak ada apresiasi apapun pada kinerja. Tidak ada kompensasi, misal kita bekerja lebih dari 12 jam sehari dan pulang larut malam, esoknya bisa berangkat lebih siang. No. Paginya tetap kita harus absen tepat jam 7 pagi juga.
Sebenarnya worklife semacam ini sangat tidak sehat. Pulang malam, berangkat pagi, apalagi di Jakarta, dimana waktu kita habis di jalan. Banyak rekan kerja yang tinggal di Bogor atau Bekasi harus berangkat subuh dan pulang larut. Bayangkan jika pulang jam 10 malam, sampai rumah jam 12 malam, esok jam 4 pagi harus berangkat ke kantor. Dan ada juga beberapa rekan yang sudah terbiasa menginap dikantor, demi menjaga kesehatan diri. Menginap sodara-sodara, tidur di tempat seadanya, kantor sudah bagaikan rumah kedua. Thats real. 

Masih ada pertanyaan? 
PNS kan enak, bisa jalan keliling Indonesia, naik pesawat, nginap di hotel. Oke, saya jelaskan. Nanti, di tulisan selanjutnya, haha.

Bersambung

No comments:

Post a Comment