Tentang Wanita

Bukan semata-mata tentang Kartini, karena kebetulan ini bulan April, namun tulisan (yang pendek) ini berawal dari kabar duka  yang kemarin datang, Oma, tetangga di Jakarta yang biasa momong Hana (anak dari kakak sepupu) dari bayi dipanggil Yang Maha Kuasa. Minggu sebelumnya memang oma dirawat di RS karena Jantung, tubuhnya bengkak dan sesak nafas. Sempat pulang ke rumah, namun Senin kembali dilarikan ke UGD karena sesak nafas lagi. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di RS semalam. 
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Allahummaghfirlahaa, warhamhaa wa’afihaa wa’fuanhaa.
Oma sekeluarga memang bukan saudara, tapi tidak hanya saya dan keluarga yang kehilangan. Semua tetangga di gang Kota Bambu dan sekitarnya juga berduka. Sosok yang amat sangat baik, sabar, sangat ringan tangan yang akan kami kenang dan tak terlupakan. Opa, suami oma bertahun-tahun dikenal menjadi Pak RT, jauh sebelum saya pindah ke Jakarta dan baru beberapa tahun terakhir lepas jabatan. Sosok penyayang dan sabar menjadikan mereka mendapat panggilan Opa-Oma meski secara usia masih menginjak 50-an karena Opa sendiri belum pensiun.
Mereka memiliki dua putra, dan belum menikah. Keduanya juga kerap membantu kami sekeluarga. Mereka terlihat tegar pada awalnya, bahkan ikut memandikan Almarhumah (saya justru menangis saat melihat proses ini). Namun ternyata putra yang bungsu mendadak pingsan saat prosesi pemakaman, padahal dari awal terlihat tegar mengurus ini itu. Hal ini membawa saya pada momen meninggalnya ibu tahun lalu. Kehilangan itu memang menyakitkan, sangat. Saat kita berusaha keras menguatkan diri, menghibur diri, justru saat itulah lemah jiwa dan raga.
Anak oma yang semuanya lelaki mengingatkan juga pada kedua kakak saya yang anaknya juga lelaki semua. Kebayang gimana rasanya seumur hidup tinggal dengan para lelaki, yang sangat bergantung pada sang mama. Huaaa pengen nangis rasanya, mengingat gimana beliau selalu sigap nyiapin sarapan tiap pagi, gimana beliau sering tidur larut karena nungguin anaknya pulang demi bukain pintu dini hari, gimana sabarnya ngadepin para lelaki yang seenaknya naroh barang, baju kotor, rumah berantakan, dan keriwehan urusan rumah sampe nahan perasaan de el el, Super Mom banget pokoknya.
Hingga akhirnya saya sampai pada titik pertanyaan, mampukah saya? Menjadi ibu luar biasa, yang sabar tanpa batas, yang memiliki berbagai talenta, sanggup mengelola perasaan, menata hati, pikiran, jiwa dan raga sedemikian rupa.

Ah sudahlah, saya jadi pengen nangis.

Tapi sebelum saya lupa, Bagi kalian para lelaki, sayangilah istri, saudara perempuan dan ibumu dengan seBAIK-BAIKNYA, karena dari sanalah pintu surgamu.
Sampaikan salam hormat saya pada beliau.
Salam.


No comments:

Post a Comment